Saturday, December 8, 2018

Posted by muhammad haswadrianto | File under :


Di abad 21 ini, persaingan kerja menjadi salah satu topik utama nan penting untuk diperbincangkan bagi masa depan anak-anak para orang tua. Dalam kerasnya kehidupan dunia, kita tak boleh hanya  mengandalkan kemampuan fisik, namun sangat perlu juga menentukan sikap terhadap pemikiran akan fokus bidang yang akan diambil oleh pada penerus kalian. Karena sangat tidak mungkin satu orang dapat dengan fokus menggeluti semua bidang dalam satu kepala. Meskipun ada beberapa diantara milyaran manusia yang mampu melakukannya, namun hal itu sangat jarang.

Saat kalian telah lulus SMA, dan akan melanjutkan keperguruan tinggi maka ada begitu banyak pilih fakultas dan jurusan yang bisa menentukan fokus masa depan kalian. Salah satunya Fakultas Farmasi.

Farmasi merupakan salah satu bidang professional dalam raung lingkup kesehatan dan perindustrian. Profesi farmasi memiliki tanggung jawab dalam memastikan keamanan serta efektivitas segala tentang obat, mulai dari bahan baku hingga obat jadi yang digunakan.

Bagi pada lulusan SMA atau yang sedang dalam studi di fakutals Farmasi, Berikut adalah peluang dan prospek kerja dari seorang farmasis:

1. Industri Farmasi
Dalam sebuah industri farmasi, posisi seorang farmasis atau apoteker lebih dominan berada pada bagian managemen dan eksekutif. Artinya seorang farmasis lebih cenderung ditempatkan pada area yang berhubungan dengan industry plaining, pemeriksaan, pengembangan, pemastian dan managen.

Dalam satu industri ada begitu banyak bagian/devisi/departemen dan setiap departemen kebanyakan memiliki farmasis sebagai pemegang kendalinya seperti halnya pada bagian RND (Research and Development) dimana seorang farmasis bertugas  menentukan formula, tehnik pembuatan dan menetukan spesifikasi bahan bahan baku yang akan digunakan. Serta pengembangan produk yang telah jadi menjadi lebih baik. 

Selain RND, ada juga QC (Quality Control), QA (Quality Assurance), Produksi, Warehouse, dan lainnya. Secara umum Pekerja farmasi industri menerima gaji per tahun mulai dari Rp.47.487.000,00 sampai dengan Rp.86.071.000,00.

2. Pelayanan Kesehatan
Dalam prospek ini, seorang farmasis dapat memilih tempat kerjanya seperti di Rumah sakit, puskesmas atau berbisnis di Apotek.

Dalam rumah sakit, seorang farmasis dapat menjadi kepala instalasi farmasi, apoteker penanggung jawab baik di ruang perawatan, maupun di apotek poli rumah sakit serta di laboratorium klinik. Sedangkan untuk bisnis apotek sendiri, seorang farmasis dapat menjadi seorang Manager atau manager farmasi (PHM), apoteker penanggung jawab apotek, dan asisten apoteker 

3. Seorang Peneliti
Farmasis yang dikenal akrab dengan laboratorium tentu saja juga bisa menjadi seorang pneneliti. Penemuan obat-obat baru juga berasal dari peneliti yang seorang farmasis. mengingat banyak obat di jaman ini yang muali tak bekerja dengan baik lagi, ntah karena efektivitas nya berkurang atau karena semakin kuatnya penyakit sehingga obat lama yang mampu mengatasinya. oleh sebab itu peneliti sangat dibutuhkan untuk mengatasi hal tersebut dengan jalan menemukan jenis, bentuk, hal baru dalam pengobatan.

Farmasis dapat melakukan berbagai macam penelitian terhadap potensi tanaman obat yang masih melimpah di Indonesia. Penelitian ini sangat mendesak karena memang kondisi biodiversitas di Indonesia kian berkurang seiring dengan kerusakan alam dan hutan yang kian merajalela.

4. Lembaga Pemerintahan
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Kementerian Kesehatan (KEMENKES) menjadi salah satu lembaga resmi pemerintah yang dapat dikerumuni oleh farmasis

Apoteker yang bekerja di badan regulasi contohnya di Badan POM bertugas dalam melakukan suatu bentuk perumusan peraturan dan melakukan fungsi pengawasan terhadap obat, baik itu obat tradisional, kosmetik, hingga bahan makanan yang banyak beredar di masyarakat demi kepentingan dan kesehatan konsumen.

Ada juga prospek kerja di lembaga lain yang masih tetap berada di bawah naungan dari pemerintah, seperti di Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS)

Selain itu ada juga lembaga pemerintah yang menantikan lulusan farmasis seperti Badan Tenaga Nuklir Nasional, Badan Pengawasan Tenaga Nuklir, Badan Narkotika Nasional dan lainnya.

5. Bidang Pendidikan
Seorang farmasis yang telah menyelesaikan S1 dan profesi Apotekernya, dapat melanjutkan studi S2 dan S3 nya guna menjadi tenaga pendidik di Indonesia. Contohnya bisa di Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) sebagai dosen dalam bidang farmasi.

Tak hanya di fakultas farmasi, seorang dosen farmasis dapat juga mengajar di fakultas kedokteran, biologi, kehutanan, keperawatan, psikologi, fisioterapi, managemen keuangan dan lainnya.

Yang lebih hebatnya lagi, dosen tak hanya akan mengajar di dalam negeri, tapi juga dapat menjadi tenaga pendidik di luar negeri. Dan farmasi menjadi salah satu yang dibutuhkan di era glogal ini.

6. Pedagang Besar Farmasi
PBF menjadi penghubung antara industri dan apotek atau rumah sakit. Menjadi salah satu unsur penting dalam pendistribusian obat, PBF sangat menbutuhkan yang namanya farmasis/apoteker. Seorang apoteker penanggung jawab akan menjadi penyalur sekaligus pengawas terhadap distribusi obat ke apotek dan rumah sakit.

7. Per-bank-kan/ Keuangan
Farmasis tak hanya mengerti tentang fisika, kimia dan obat. Namun farmasis memiliki kemampuan ketelitian yang tak diragukan lagi, hal tersebut sangat dicari oleh pihak per-bank-kan. Khusus nya di Indonesia. 

Farmasi itu Cerdas, Kreaatif dan Inovatif.
 karena kami adalah karya yang tak hanya mekar di dalam Cawan

Thursday, December 6, 2018

Posted by muhammad haswadrianto | File under :

Pelayanan kefarmasian merupan pelayanan langsung yang bertanggung jawab dalam keamanan pasien dalam menkonsumsi  suatu obat agar sehingga pasein dapat memperoleh efek terapi yang optimal dan aman dalam pengonsumsiannya

Menurut WHO, pengobatan yang rasional adalah suatu keadaan dimana pasien menerima pengobatan sesuai dengan kebutuhan klinis mereka, dengan dosis, cara pemberian dan durasi yang tepat, dengan cara sedemikian rupa sehingga meningkatkan kepatuhan pasien terhadap proses pengobatan dan dengan biaya yang paling terjangkau bagi mereka dan masyarakat pada umumnya

Rational Use of Medicines (RUM) atau penggunaan obat yang rasional merupakan agenda prioritas dalam ASEAN Work Plan on Pharmaceutical Development tahun 2011-2015.Pelaksanaan RUM semakin dituntut ketika Negara ASEAN menghadapi tantangan yang meningkat untuk pelayanan kesehatan yang berkualitas, meningkatnya penyakit menular dan tidak menular, meningkatnya populasi dan permintaan yang tinggi untuk obat-obat baru serta adanya kemajuan teknologi kesehatan (infarkes edisi 3, 2015).

Pelayanan inforrmasi obat sangatlah diperlukan dan sangat penting untuk di sampaikan kepada masyarakat awam, tentunya pelayanan informasi obat haruslah di sampaikan oleh orang yang telah ahli di bidang tersebut yaitu seorang farmasis, namun melihat fakta yang telah terjadi akibat banyaknya informasi obat yang beredar bukan melalui media yang seharusnya membuat sebagian masyarakan berani dan percaya diri akan informasi yang telah dia dapatkan sudah cukum untuk mendapatkan dan mengkonsumsi suatu obat secara sendiri tanpa arahan yang jelas dari farmasis.

Seorang pasien dari ibukota kabupaten sumatera sedang menderita penyakit opencernaan yang salah satu oabtnya tidak dijual dimanapun di kota tempat tinggalnya, termasuk di ibukota profinsi tempat tinggalnya, .setelelah ditelusuri ternyata obat tersebut adalah enzim pencernaan yang banyak tersedia di pasaran dengan nama lain dan sudah banyak digunakan. Dari kasus ini pasein tersebut termasuk korban dari kekurangnya inforamasi obat. (inferkes edisi 3 2015-hal 6).

Seorang anak meninggal dunia yang disebabkan terdapatnya infeksi lambung yang sanagt parah. Dilaporkan bahwa Korban tersebut sering menkonsumsi obat sakit kepala merk terkenal. Karena sakit kepala yang sangat berat dirasakannya, korban biasa meminum 2-4 tablet sekaligus. Ia tidak menyadari, ternyata bukan kebembuhan yang diperoleh namun resiko yang sangat besar. Obat bebas yang aman, mengandung parasetamol dan kofein yang berbahaya jika tidak digunakan sesuai dengan petunjuk yang tepat. (inferkes edisi 3 2015-hal 6).

Dari dua kasus diatas adalah salah satu dari fakta tentang masyarakat awam yang menjadi korban ketidak seimbangan informasi obat (asymetri drugs information).(inferkes edisi 3 2015-hal 7). Informasi lengkap sebenarnya sudah tercantum pada kemasan obat. Pemerintah telah mewajibkan pada produsen obat untuk mencantumkan komposisi, indikasi, cara pakai, efek samping, kontra indikasi, dan lain-lain pada kemasan, namun seringkali masyarakat tidak membaca dan mempelajari dengan cermat informasi tersebut, sehingga hanya nama obat dan cara pakainya yang diketahui (Suryawati, 1992)

Masyarakat sebagai konsumen sudah selayaknya memperoleh informasi yang akurat mengenai obat yang digunakan. Pengetahuan yang benar akan memberikan hasil yang diinginkan, namun pengetahuan tentang itu sangat sangat kurang dikuasai oleh masyarakat. Informasi tentang obat yang digunakan harus diperoleh dari tanaga kesehatan dan sumber informasi yang jelas dan hal ini juga menjadi tanggung jawab oleh pihak apoteker yang bertanggung jawab dalam keamanan pasen dalam menkonsumsi obat. (infarkes edisi 3 2015-hal 7). Merasa bahwa dirinya telah mempunyai informasi obat yang cukup membuat masyarakan awam “tersesat” dalam informasi yang cacat.

Pustaka
  1. Direktorat Jendral Bina Kefarmaasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Infarkes (informasi kefarmasian dan alat kesehatan): pentingnya informasi obat bagi masyarakat. Edisi 3, juni 2015.
  2. Suryawati, S., 1992. Menuju Swamedikasi yang Rasional, Yogyakarta : Pusat Studi Farmakologi Klinik dan Kebijaksanaan Obat Universitas Gajah Mada

Tuesday, December 4, 2018

Posted by muhammad haswadrianto | File under :

BAGIAN 4: AWAL DARI KESADARANKU
Malam pertamaku di Rumah sakit, kelas 3 lumayan nyesek. Pasalnya tak satupun keluargaku yang dapat menjangkau lokasi ku saat itu. Tapi untunglah aku mempunyai teman-teman yang baik. Bagiku, teman adalah orang yang menyelamatkan ku dari neraka yang bernama kesepian hihi.
Keesokan harinya barulah keluargaku dari Majene dan Tidore tiba di RS hampir bersamaan. Raut wajah kasihan, prihatin, sedih, rindu dan senang terurai secara kompak dalam kerutan kening dan pipi mereka. Aku tahu, mereka telah menua, karena umurku pun sudah tidak muda lagi, olehnya itu aku harus kuat, dan bertahan hidup untuk tidak mengisi memori masa tua mereka dengan hal-hal yang buruk.

Proses pemeriksaan dilakukan sesuai prosedur, awalnya dilakukan pemeriksaan fisik, tanda vital seperti tekanan darah, warna fases dll, kemudian dilakukan pemeriksaan dengan USG atau Ultrasonography yaitu prosedur pencitraan dengan menggunakan teknologi gelombang suara berfrekuensi tinggi untuk memproduksi gambar tubuh bagian dalam. Prosedurnya cukup sederhana, permukaan ultrasound tranducer diolesi sejumlah cairan berupa gel seperti clear ultrasound gel, tujuannya untuk meningkatkan efisiensi alat ultrasound, dengan cara mengurangi refleksi gelombang yang keluar dari tubuh. Untuk mengurangi refleksi tersebut, dan meningkatkan gelombang bunyi yang masuk ke dalam tubuh, maka diberikanlah gel, sehingga hanya 0,23 % gelombang bunyi yang dipantulkan ketika melewati batas gel dan jaringan tubuh.

Hasil pemeriksaan tanda vital dan USG dinyatakan Normal.

Aneh, aku merasa sangat sakit namun hasilnya difonis normal(?) Tapi terserahlah, itu motivasi buatku agar aku segera pulih dan keluar dari rumah sakit ini. Walaupun ada yang ganjil, aku tetap merasa senang dengan hasil tersebut bahwa aku tidak kenapa-napa. Hingga suatu malam, saat teman-teman disintegrator datang berkunjung, aku mulai menjamu mereka seolah kamar RS itulah rumahku sendiri haha.

Mereka tertawa dan akupun ikut tertawa, kami bercerita panjang lebar membahas tentang masa lalu, masa kini dan masa depan. Hari mulai larut, mereka beranjak meninggalkan rumah kecil ku itu. Sesaat setelah mereka keluar, perasaan ku mulai tidak karuan, aku terdiam mencoba mencari tahu apakah perasaan aneh ini adalah nyata atau hanya ilusi semata. Aku tak tahan lagi, tubuhku mulai sulit ku kendalikan, badanku terasa berat, namun kepalaku seolah ringan melayang, aku bergelut mencari-cari letak dimana masalah tubuhku berasal. Namun sayang, hal itu malah menguras sisa energi yang seharunya kusimpan dengan baik, hingga akhirnya aku kalah.

Kulitku pucat, membaur bersama putih gadingnya seprai kasurku, perutku mulai terasa sangat tidak nyaman, bukan sakit, perih, atau panas, namun semacam ada sesuatu didalam sana yang sangat ingin ku tarik keluar dari dalam tubuhku. Ntah apa itu, rasanya seperti ada siluman rubah berekor Sembilan (kyubi) yang siap keluar akibat segelnya telah melemah (Anime Naruto).

Aku kedinginan namun terasa panas, badan ku mulai keram, tangan ku tak bisa lagi kurasakan, aku makin panik, hingga keringat terdinginku keluar. Dengan sisa tenaga yang hampir habis, aku meminta dipanggilkan dokter. Namun yang datang hanya perawat. Malam itu pukul 23.40 (kalau tidak salah), dokter penanggung jawab sudah pulang dan yang ada adalah dokter jagapada  malam saat itu.
Awalnya kufikir aku mengalami hipoglikemia, lalu aku meminta perawat memeriksa kadar gula darahku walau dengan nada yang kasar (maafkan, aku panik waktu itu). Panikku makin menjadi-jadi ketika hasil tes gula darah menunjuk ke angka normal. sekali lagi tak ada tanda vital yang tak normal, namun aku tetap merasa kesakitan “apakah hanya sampai disini naskah yang harus ku perankan?, apa aku akan mati malam ini?” Pertanyaan itulah yang terlintas difikiran ku malam itu. 

Bagaimana tidak, ibuku sudah menangis bahkan tak ingin melihatku dengan kondisi tak berdaya seperti itu, paman-pamanku pun diam dan tak bisa berbuat apa-apa, dibalik raut wajah tertunduknya yang kulihat samar dalam cahaya redup lampu kamar. seolah berkata “ya Allah, ya Allah, tolong”. Padahal biasanya paman ku yang satu itu paling jago dalam menemukan solusi dari semua permasalahan yang ada dikeluarga besar kami, beliau adalah anak tertua dari saudara ibuku, pengganti sah pemimpin keluarga dari keturunan kakek dan nenek ku.

Tak hanya itu, beberapa pasien dan keluarga pasien lain pun ikut mengerumuniku, seakan akulah tontonan nyata manusia yang berada dekat dengan malaikat maut. Tapi aku tak memerdulikan mereka, walau diantara yang hanya menonton dan bergumam, ada beberapa yang ikut membantu menenangkan ibuku, memijat kakiku, menghangatkan tangan ku dengan nuansa khas dari minyak kayu putih bahkan ada yang membuatkan aku angin segar dari lembaran kardus bekas penampungan air mineral.

Aku delima, ntah harus merasa senang karena banyak yang memperhatikan, ataukah aku harus panik lantaran momen itu seolah aku terlihat seperti orang yang betul-betul sekarat. Jujur, aku tak bisa lagi merasakan apapun, tak ada rasa sakit, tusukan infus pun tak kurasakan bahkan tanganku sempat ku hentakkan diantara besi penyangga kasur, ku pukulkan tangan ku ke dinding hanya untuk memperoleh rasa sakit yang sempat kurindukan malam itu.

Mata ku mulai lelah untuk tetap terjaga, kelopak mataku memberat, pandangan ku mulai kabur, yang ku lihat hanya gelombang suara tangis dan doa melalui sela-sela gendang telingaku. Ada suara seorang pria dari balik telfon, semacam lantunan ayat Alquran, speaker kecil HP itu diletakkan di sebelah kanan ku. Aku kenal suara ini, suara dan lantunan Alquran yang khas dari adik ibuku yang tinggal di kota Palu. Aku menangis, air mataku jatuh dengan deras. Aku tak peduli dengan image ku, yang jelas aku hanya ingin menangis saat itu juga.

Aku malu, teramat sangat malu pada diriku sendiri. Bisa-bisanya yang kufikirkan dalam keadaan seperti itu adalah takut mati.. BODOH. Seorang Firaun saja masih sempat mengingat Tuhan disaat-saat terakhirnya. Tapi aku?? “Astagfirullah halazim.. astagfirullah halazim.. astagfirullah halazim” ucapku sembari memohon ampun dan perlindungan pada- NYA.

Air mata ini tak mau berhenti, bukan lantaran pasrah akan keadaanku, namun aku sangat malu karena tak mengingat MU dalam kondisi yang seharusnya aku mengingat MU lebih dari siapapun. Ntah energi ini datang dari mana, aku  masih saja terus menagis, padahal sebelum itu tubuhkan begitu lemah, tak berdaya namun aku masih saja sanggup untuk menguras setiap debit air mataku.

laa ilaha illa anta subhanaka inni kuntu minaz zalimin, 
Hasbunallah Wanikmal Wakil Nikmal Maula Wanikman Nasir. 
Inna sholati wanusuki wamahyaya wamamati lillahirabbil alamin.
bismillahi tawakkaltu alallah wala haula wala quwwata illa billahil aliyyil adziim.

Aku tak berhenti membaca kalimat tersebut, semakin ku baca semakin aku menangis, seolah dari sanalah aku memperoleh kekuatan/energi untuk terus menangis. Pertama kalinya, aku sangat senang karena menangis. Bersamaan dengan perasaan senang itu, badanku mulai kembali, aku dapat merasakan lagi tangan dan beberapa bagian tubuhku yang tak bisa kurasakan sebelumnya, kepalaku mulai terasa ber-massa dan rasa sakit infus yang kurindukan juga telah kembali kurasakan.
Malam itu aku membaik.

Satu hal lagi yang membuatku terharu. Malam itu aku belum sempat sholat Isya, dan Allah belum memanggilku lantaran aku masih diberikan kesempatan untuk menunaikan sholat Isya ku…


Monday, December 3, 2018

Posted by muhammad haswadrianto | File under :

kisah ini berasal dari pengalamanku saat bertemu dengan satu penyakit yang membuatku sadar akan kasih sayang Tuhan yang selalu datang dari arah yang tak kita sangka-sangka, tak pernah terlintas difikiran bahkan tak pernah terbersit dihati sekalipun. itulah skenario dari sutradara terbaik di dunia.

Penyakit ini berhubungan dengan saluran pencernaan, penyakit ini sangat berpengaruh terhadap tingkat kecemasan dan pola fikir penderitanya, oleh sebab itu aku ingin berbagi pengalaman untuk teman-teman. paling tidak inilah caraku mengatakan "kamu tidak sendirian, jadi berhentilah berfikir bahwa kaulah yang paling tersakiti"
BAGIAN 1: SEBELUM PENYERANGAN
Hai, namaku haswadrianto. Teman-teman akrab menyapaku dengan sebutan Haswad, aswad atau Rian. Aku tak peduli mereka mau memanggil apa, yang jelas aku adalah teman bagi mereka.
Malam ini aku memutuskan untuk menuangkan bebarapa pengalamanku bersama dengan sakit ini diatas tulisan abtrak yang sedang kalian baca.

Jangan salah paham, ini bukan cerita lebay, bodoh dan menyedihkan tentang cinta yang membuatmu berubah dari seorang kekasih menjadi kulit kacang yang diabaikan. Ini hanya akan bercerita bagaimana aku bisa bertahan sejauh ini dengan modal kasih sayang Tuhan.

Tahun lalu, di bulan Agustus, aku masih dalam proses program studi ku sebagai mahasiswa pendidikan Apoteker di salah satu universitas Negeri di Sulawesi Selatan. Aku menyelesaikan studi sarjana Farmasi ku pada tahun 2016, lalu ku lanjutkan untuk menjemput gelar profesi. Mungkin banyak diantara kalian yang mengetahui rumor bahwa farmasi itu berat, sulit, harus pintar kimia dll.. mendekatlah, biar ku katakan yang sebenarnya. IYAA memang seperti itulah kenyataanya.

Tapi please, jangan takut duluan, jangan mendahului takdir dengan mengatakan bahwa kau tidak akan sanggup bertahan hidup sebagai mahasiswa farmasi. Aah sudahlah. Pembicaraan ini makin keluar dari tujuanku menulis kisah ini haha.

BAGIAN 2: PASCA PENYERANGAN
Oke, akhir bulan Juli, awal bulan Agustus 2017. Saat itu aku masih dalam tugas PKPA di Rumah Sakit umum daerah Kota Makassar. Seminggu sebelum penarikan, tubuhku mulai menunjukkan tanda penghianatan atas pikiran ku. Pikiran ku bersemangat, terus menggebu-gebu untuk melangkah namun tubuh ku tak sanggup lagi mengimbanginya.

Tepat 5 hari sebelum penarikan aku jatuh sakit. 

Awalnya seperti sakit biasa, badan cukup lemas disertai flu, tenggorokan serak, batuk menyerang, menggigil pada pagi hari dan akhirnya mulai demam. 

Pagi itu aku merasa cukup baikan, aku mulai menyantap bubur spesial yang dihidangkan untukku oleh salah seorang teman yang kebetulan saat itu tinggal serumah denganku dalam kontrakan sederhana. Kusantap sendok demi sendok, aku merasa begitu sehat hingga pada suapan berikutnya aku sadar perasaan baikan pagi ini hanyalah omong kosong belaka.

Perutku terasa sakit, tubuhku makin lemas, dingin yang kurasa makin tajam bahkan seolah dingin itu tembus hingga ketulang. Aku mulai mual dan akhirnya muntah. Memang ya, segala sesuatu itu tergantung awalnya.. muntah pertamaku pagi itulah yang membuatku terus–terusan muntah sepanjang hari. Tak ada makanan yang berhasil masuk, sekalipun air tetap dihempaskan keluar melalui jalur esophagus yang terus bergerak secara peristaltik. Proses itu membuatku teringat dengan salah satu mekanisme kerja Resistensi bakteri terhadap antibiotik (cari sendiri haha).

Sepanjang hari, bahkan hingga bulan mulai terbitpun aku masih terus menerus muntah. Karena sudah banyak kehilangan cairan, akhirnya kuputuskan untuk memeriksakan diri ke tenaga medis.  Awalnya aku hanya diberi beberapa strip obat, diataranya paracetamol, omeprazole/lansoprazole, dan antasida. Namun gumpalan racun berdosis itu tidak mampuh meredam gejala penyakit dispepsia yang sudah menemaniku sejak tadi pagi ini.

Singkat cerita, keesokan harinya satu gejala baru muncul, yaitu Melena. Saat buang air besar dengan estetika nampak hitam dan memiliki konsistensi viskositas yang cukup rendah. (bahasanya berat, takut bikin risih haha). Melena terjadi bisa karena beberapa hal, salah satunya adalah darah yang mengalami oksidasi oleh sifat korosif asam lambung, hingga bercampur dengan sisa makanan dalam usus besar yang telah di reabsorbsi. Dengan kata lain, aku mengalami perdarahan saluran pencernaan bagian atas.

Tak hanya itu, aku mulai mengalami mimisan. Untuk pertama kalinya dalam hidupku. Mimisannya tidak seperti kebanyak mimisan yang kulihat di film-film, dimana mimisannya keluar dalam satu waktu dan berhenti pada saat tubuh telah berhasil membentuk jaringan parut/ikat di area luka pada pembuluh darah hidung. Dalam versiku, darah keluar hnya ketika aku mengeluarkan (maaf) mukosa hidungku, bahkan dalam keadaan pelan pun masih saja disertai darah.

Hari itu juga aku memutuskan untuk datang ke klinik dokter ahli penyakit dalam, namun aku harus bersabar karena praktek dokter di sekitar sini hanya melayani pasien saat bulan mulai terbit. Singkat cerita (lagi) dokter  mengindikasikan bahwa aku terkena ulkus peptikum atau disebut luka/sariawan pada dinding lambung. Namun untuk memastikannya harus dilakukan beberapa pemeriksaan pendukung, salah satunya periksa hemoglobin untuk memastikan apakah aku betul mengalami perdarahan atau tidak.

Rasa sakit yang terus menemaniku membuatku hmpir putus asa, panik yang berlebihan membuatku tak bisa lagi berfikir jernih. dari sekian link yang kutemukan di google.com, tak ada satupun yang dapat menjelaskan kondisi yang kualami saat itu. namun karena aku anak pertama, aku harus tetap kuat, bertahan hingga akhir agar bisa menjadi contoh yang betul-betul baik bagi adik-adikku.

Hari demi hari, aku mulai membaik, makanan sudah berhasil masuk ke pencernaanku walaupun itu hanya bubur dan abon ikan saja.  

Oiya aku lupa dengan PKPA Rumah Sakit ku, intinya aku berhutang 5 hari kerja haha.

Suatu pagi, keluargaku memintaku pulang ke kampung halaman, tujuannya satu yaitu memaksimalkan pengobatan dan pemulihan ku disana. Yaah tak ada tempat senyaman dan senikmat di kampung sendiri…
lanjut ke BAGIAN 3 
Posted by muhammad haswadrianto | File under :

BAGIAN 3: MASA INKUBASI: KEBOHONGAN YANG TERLUPAKAN
Akhirnya aku mulai pulih, melena, mimisan, sakit perut, mual dan muntah sudah berpamitan dengan ku beberapa hari lalu, dan sekarang waktunya kembali ke ‘Red Zone’ alias dunia nyata. Bulan agustus, November dan desember ku selesaikan semua hutang kerja dan PKPA Apotek, serta PKPA Industri ku.  Aku mulai menikmati kembali rutinitas keseharianku, tersenyum dan gembira disetiap prosesnya.

Hingga suatu hari, momen itu datang. Momen dimana seluruh ilmu dan pengalamanku selama pendidikan Apoteker dituntut untuk ditumpahkan dalam 3-4 jam dihadapan 7 orang hebat dalam bidangnya sekaligus. Orang-orang menyebut momen ini sebagai UJIAN SIDANG + UJIAN KOMPETENSI.

Tanpa memerdulikan apapun dan tetap fokus menghadapi ujian sidang, aku melupakan satu hal yang sangat fatal dan seharusnya aku hindari, yaitu STRES. Stress satu-satunya alasan bagi melena, mimisan, sakit perut, mual dan muntah untuk datang kembali menyapaku. Aku kembali jatuh sakit setelah berhasil melewati Ujian sidang dan ujian kompetensi.

Awal bulan di awal tahun 2018, aku masuk Rumah Sakit. Awal kejadian itu dimulai pada malam hari, saat aku lagi asik main game yang sedang fenomenal di tahun itu, tiba-tiba kepalaku terasa ringan seolah tak ada massa sedikitpun yang melekat pada kerangka kepalaku, badanku mulai dingin, gemetar, pucat, berusaha meraih apapun yang bisa kugunakan untuk mengusir perasaan aneh ini. Aku membangunkan teman ku, memintanya untuk menemaniku “aku tak mau mati tanpa ada yang melihat itu terjadi” kataku dalam hati yang ketakutan.

Aku diluar kendali, perasaan ku makin tidak karuan, aku mulai merasa sangat lemas tak berdaya, seolah semua tenagaku habis terserap layaknya batu laut yang menyerap tenaga pengguna buah iblis (dalam Anime OP). Mual dan muntah adalah awal dari segalanya, sekali aku muntah maka hal buruk bisa saja terjadi, dan itu betul akupun dilarikan kerumah sakit lantaran rasa lemah pada seluruh tubuhku makin menjadi-jadi, ditambah lagi adanya sepintas percikan darah yang terlintas dimataku sesaat setelah aku muntah. “gawat, lambungku berdarah lagi” kataku dalam hati.

Pukul 02.00 dini hari, aku berada dalam sebuah ruangan, dalam ruangan yang bising namun sunyi, berbau lembab namun panas, terlihat luas namun terasa sempit, bersih namun berbau, baunya seperti sebuk amoxicillin dan paracetamol, ruangan ini familiar, ya aku telah berada di bilik ruang UGD dengan infus tertancap rapih diantara dinding pembulu darah pergelangan tangan ku.

Powered by Blogger.