Monday, December 3, 2018

Posted by muhammad haswadrianto | File under :

kisah ini berasal dari pengalamanku saat bertemu dengan satu penyakit yang membuatku sadar akan kasih sayang Tuhan yang selalu datang dari arah yang tak kita sangka-sangka, tak pernah terlintas difikiran bahkan tak pernah terbersit dihati sekalipun. itulah skenario dari sutradara terbaik di dunia.

Penyakit ini berhubungan dengan saluran pencernaan, penyakit ini sangat berpengaruh terhadap tingkat kecemasan dan pola fikir penderitanya, oleh sebab itu aku ingin berbagi pengalaman untuk teman-teman. paling tidak inilah caraku mengatakan "kamu tidak sendirian, jadi berhentilah berfikir bahwa kaulah yang paling tersakiti"
BAGIAN 1: SEBELUM PENYERANGAN
Hai, namaku haswadrianto. Teman-teman akrab menyapaku dengan sebutan Haswad, aswad atau Rian. Aku tak peduli mereka mau memanggil apa, yang jelas aku adalah teman bagi mereka.
Malam ini aku memutuskan untuk menuangkan bebarapa pengalamanku bersama dengan sakit ini diatas tulisan abtrak yang sedang kalian baca.

Jangan salah paham, ini bukan cerita lebay, bodoh dan menyedihkan tentang cinta yang membuatmu berubah dari seorang kekasih menjadi kulit kacang yang diabaikan. Ini hanya akan bercerita bagaimana aku bisa bertahan sejauh ini dengan modal kasih sayang Tuhan.

Tahun lalu, di bulan Agustus, aku masih dalam proses program studi ku sebagai mahasiswa pendidikan Apoteker di salah satu universitas Negeri di Sulawesi Selatan. Aku menyelesaikan studi sarjana Farmasi ku pada tahun 2016, lalu ku lanjutkan untuk menjemput gelar profesi. Mungkin banyak diantara kalian yang mengetahui rumor bahwa farmasi itu berat, sulit, harus pintar kimia dll.. mendekatlah, biar ku katakan yang sebenarnya. IYAA memang seperti itulah kenyataanya.

Tapi please, jangan takut duluan, jangan mendahului takdir dengan mengatakan bahwa kau tidak akan sanggup bertahan hidup sebagai mahasiswa farmasi. Aah sudahlah. Pembicaraan ini makin keluar dari tujuanku menulis kisah ini haha.

BAGIAN 2: PASCA PENYERANGAN
Oke, akhir bulan Juli, awal bulan Agustus 2017. Saat itu aku masih dalam tugas PKPA di Rumah Sakit umum daerah Kota Makassar. Seminggu sebelum penarikan, tubuhku mulai menunjukkan tanda penghianatan atas pikiran ku. Pikiran ku bersemangat, terus menggebu-gebu untuk melangkah namun tubuh ku tak sanggup lagi mengimbanginya.

Tepat 5 hari sebelum penarikan aku jatuh sakit. 

Awalnya seperti sakit biasa, badan cukup lemas disertai flu, tenggorokan serak, batuk menyerang, menggigil pada pagi hari dan akhirnya mulai demam. 

Pagi itu aku merasa cukup baikan, aku mulai menyantap bubur spesial yang dihidangkan untukku oleh salah seorang teman yang kebetulan saat itu tinggal serumah denganku dalam kontrakan sederhana. Kusantap sendok demi sendok, aku merasa begitu sehat hingga pada suapan berikutnya aku sadar perasaan baikan pagi ini hanyalah omong kosong belaka.

Perutku terasa sakit, tubuhku makin lemas, dingin yang kurasa makin tajam bahkan seolah dingin itu tembus hingga ketulang. Aku mulai mual dan akhirnya muntah. Memang ya, segala sesuatu itu tergantung awalnya.. muntah pertamaku pagi itulah yang membuatku terus–terusan muntah sepanjang hari. Tak ada makanan yang berhasil masuk, sekalipun air tetap dihempaskan keluar melalui jalur esophagus yang terus bergerak secara peristaltik. Proses itu membuatku teringat dengan salah satu mekanisme kerja Resistensi bakteri terhadap antibiotik (cari sendiri haha).

Sepanjang hari, bahkan hingga bulan mulai terbitpun aku masih terus menerus muntah. Karena sudah banyak kehilangan cairan, akhirnya kuputuskan untuk memeriksakan diri ke tenaga medis.  Awalnya aku hanya diberi beberapa strip obat, diataranya paracetamol, omeprazole/lansoprazole, dan antasida. Namun gumpalan racun berdosis itu tidak mampuh meredam gejala penyakit dispepsia yang sudah menemaniku sejak tadi pagi ini.

Singkat cerita, keesokan harinya satu gejala baru muncul, yaitu Melena. Saat buang air besar dengan estetika nampak hitam dan memiliki konsistensi viskositas yang cukup rendah. (bahasanya berat, takut bikin risih haha). Melena terjadi bisa karena beberapa hal, salah satunya adalah darah yang mengalami oksidasi oleh sifat korosif asam lambung, hingga bercampur dengan sisa makanan dalam usus besar yang telah di reabsorbsi. Dengan kata lain, aku mengalami perdarahan saluran pencernaan bagian atas.

Tak hanya itu, aku mulai mengalami mimisan. Untuk pertama kalinya dalam hidupku. Mimisannya tidak seperti kebanyak mimisan yang kulihat di film-film, dimana mimisannya keluar dalam satu waktu dan berhenti pada saat tubuh telah berhasil membentuk jaringan parut/ikat di area luka pada pembuluh darah hidung. Dalam versiku, darah keluar hnya ketika aku mengeluarkan (maaf) mukosa hidungku, bahkan dalam keadaan pelan pun masih saja disertai darah.

Hari itu juga aku memutuskan untuk datang ke klinik dokter ahli penyakit dalam, namun aku harus bersabar karena praktek dokter di sekitar sini hanya melayani pasien saat bulan mulai terbit. Singkat cerita (lagi) dokter  mengindikasikan bahwa aku terkena ulkus peptikum atau disebut luka/sariawan pada dinding lambung. Namun untuk memastikannya harus dilakukan beberapa pemeriksaan pendukung, salah satunya periksa hemoglobin untuk memastikan apakah aku betul mengalami perdarahan atau tidak.

Rasa sakit yang terus menemaniku membuatku hmpir putus asa, panik yang berlebihan membuatku tak bisa lagi berfikir jernih. dari sekian link yang kutemukan di google.com, tak ada satupun yang dapat menjelaskan kondisi yang kualami saat itu. namun karena aku anak pertama, aku harus tetap kuat, bertahan hingga akhir agar bisa menjadi contoh yang betul-betul baik bagi adik-adikku.

Hari demi hari, aku mulai membaik, makanan sudah berhasil masuk ke pencernaanku walaupun itu hanya bubur dan abon ikan saja.  

Oiya aku lupa dengan PKPA Rumah Sakit ku, intinya aku berhutang 5 hari kerja haha.

Suatu pagi, keluargaku memintaku pulang ke kampung halaman, tujuannya satu yaitu memaksimalkan pengobatan dan pemulihan ku disana. Yaah tak ada tempat senyaman dan senikmat di kampung sendiri…
lanjut ke BAGIAN 3 

0 komentar:

Powered by Blogger.