kisah ini berasal dari pengalamanku saat bertemu dengan satu penyakit yang membuatku sadar akan kasih sayang Tuhan yang selalu datang dari arah yang tak kita sangka-sangka, tak pernah terlintas difikiran bahkan tak pernah terbersit dihati sekalipun. itulah skenario dari sutradara terbaik di dunia.
Penyakit ini berhubungan dengan saluran pencernaan, penyakit ini sangat berpengaruh terhadap tingkat kecemasan dan pola fikir penderitanya, oleh sebab itu aku ingin berbagi pengalaman untuk teman-teman. paling tidak inilah caraku mengatakan "kamu tidak sendirian, jadi berhentilah berfikir bahwa kaulah yang paling tersakiti"
BAGIAN 1: SEBELUM PENYERANGAN
Hai, namaku haswadrianto. Teman-teman
akrab menyapaku dengan sebutan Haswad, aswad atau Rian. Aku tak peduli mereka
mau memanggil apa, yang jelas aku adalah teman bagi mereka.
Malam ini aku memutuskan untuk
menuangkan bebarapa pengalamanku bersama dengan sakit ini diatas tulisan
abtrak yang sedang kalian baca.
Jangan salah paham, ini bukan
cerita lebay, bodoh dan menyedihkan tentang cinta yang membuatmu berubah dari seorang kekasih menjadi
kulit kacang yang diabaikan. Ini hanya akan bercerita bagaimana aku bisa bertahan sejauh ini
dengan modal kasih sayang Tuhan.
Tahun lalu, di bulan Agustus, aku
masih dalam proses program studi ku sebagai mahasiswa pendidikan Apoteker di
salah satu universitas Negeri di Sulawesi Selatan. Aku menyelesaikan studi
sarjana Farmasi ku pada tahun 2016, lalu ku lanjutkan untuk menjemput gelar
profesi. Mungkin banyak diantara kalian yang mengetahui rumor bahwa farmasi
itu berat, sulit, harus pintar kimia dll.. mendekatlah, biar ku katakan
yang sebenarnya. IYAA memang seperti itulah kenyataanya.
Tapi please, jangan takut duluan,
jangan mendahului takdir dengan mengatakan bahwa kau tidak akan sanggup
bertahan hidup sebagai mahasiswa farmasi. Aah sudahlah. Pembicaraan ini makin
keluar dari tujuanku menulis kisah ini haha.
BAGIAN 2: PASCA PENYERANGAN
Oke, akhir bulan Juli, awal bulan
Agustus 2017. Saat itu aku masih dalam tugas PKPA di Rumah Sakit umum daerah
Kota Makassar. Seminggu sebelum penarikan, tubuhku mulai menunjukkan tanda
penghianatan atas pikiran ku. Pikiran ku bersemangat, terus menggebu-gebu untuk
melangkah namun tubuh ku tak sanggup lagi mengimbanginya.
Tepat 5 hari sebelum penarikan
aku jatuh sakit.
Awalnya seperti sakit biasa, badan
cukup lemas disertai flu, tenggorokan serak, batuk menyerang, menggigil pada
pagi hari dan akhirnya mulai demam.
Pagi itu aku merasa cukup baikan,
aku mulai menyantap bubur spesial yang dihidangkan untukku oleh salah seorang
teman yang kebetulan saat itu tinggal serumah denganku dalam kontrakan sederhana.
Kusantap sendok demi sendok, aku merasa begitu sehat hingga pada suapan
berikutnya aku sadar perasaan baikan pagi ini hanyalah omong kosong belaka.
Perutku terasa sakit, tubuhku
makin lemas, dingin yang kurasa makin tajam bahkan seolah dingin itu tembus hingga
ketulang. Aku mulai mual dan akhirnya muntah. Memang ya, segala sesuatu itu
tergantung awalnya.. muntah pertamaku pagi itulah yang membuatku terus–terusan
muntah sepanjang hari. Tak ada makanan yang berhasil masuk, sekalipun air tetap
dihempaskan keluar melalui jalur esophagus yang terus bergerak secara peristaltik.
Proses itu membuatku teringat dengan salah satu mekanisme kerja Resistensi
bakteri terhadap antibiotik (cari sendiri haha).
Sepanjang hari, bahkan hingga bulan
mulai terbitpun aku masih terus menerus muntah. Karena sudah banyak kehilangan cairan,
akhirnya kuputuskan untuk memeriksakan diri ke tenaga medis. Awalnya aku hanya diberi beberapa strip obat,
diataranya paracetamol, omeprazole/lansoprazole, dan antasida. Namun gumpalan
racun berdosis itu tidak mampuh meredam gejala penyakit dispepsia yang sudah
menemaniku sejak tadi pagi ini.
Singkat cerita, keesokan harinya
satu gejala baru muncul, yaitu Melena. Saat buang air besar dengan estetika
nampak hitam dan memiliki konsistensi viskositas yang cukup rendah. (bahasanya
berat, takut bikin risih haha). Melena terjadi bisa karena beberapa hal, salah
satunya adalah darah yang mengalami oksidasi oleh sifat korosif asam lambung,
hingga bercampur dengan sisa makanan dalam usus besar yang telah di reabsorbsi.
Dengan kata lain, aku mengalami perdarahan saluran pencernaan bagian atas.
Tak hanya itu, aku mulai
mengalami mimisan. Untuk pertama kalinya dalam hidupku. Mimisannya tidak
seperti kebanyak mimisan yang kulihat di film-film, dimana mimisannya keluar
dalam satu waktu dan berhenti pada saat tubuh telah berhasil membentuk jaringan
parut/ikat di area luka pada pembuluh darah hidung. Dalam versiku, darah keluar
hnya ketika aku mengeluarkan (maaf) mukosa hidungku, bahkan dalam keadaan
pelan pun masih saja disertai darah.
Hari itu juga aku memutuskan
untuk datang ke klinik dokter ahli penyakit dalam, namun aku harus bersabar
karena praktek dokter di sekitar sini hanya melayani pasien saat bulan mulai terbit.
Singkat cerita (lagi) dokter mengindikasikan bahwa aku terkena ulkus
peptikum atau disebut luka/sariawan pada dinding lambung. Namun untuk memastikannya
harus dilakukan beberapa pemeriksaan pendukung, salah satunya periksa hemoglobin untuk memastikan apakah aku betul mengalami perdarahan atau tidak.
Rasa sakit yang terus menemaniku membuatku hmpir putus asa, panik yang berlebihan membuatku tak bisa lagi berfikir jernih. dari sekian link yang kutemukan di google.com, tak ada satupun yang dapat menjelaskan kondisi yang kualami saat itu. namun karena aku anak pertama, aku harus tetap kuat, bertahan hingga akhir agar bisa menjadi contoh yang betul-betul baik bagi adik-adikku.
Rasa sakit yang terus menemaniku membuatku hmpir putus asa, panik yang berlebihan membuatku tak bisa lagi berfikir jernih. dari sekian link yang kutemukan di google.com, tak ada satupun yang dapat menjelaskan kondisi yang kualami saat itu. namun karena aku anak pertama, aku harus tetap kuat, bertahan hingga akhir agar bisa menjadi contoh yang betul-betul baik bagi adik-adikku.
Hari demi hari, aku mulai
membaik, makanan sudah berhasil masuk ke pencernaanku walaupun itu hanya bubur
dan abon ikan saja.
Oiya aku lupa dengan PKPA Rumah
Sakit ku, intinya aku berhutang 5 hari
kerja haha.
Suatu pagi, keluargaku memintaku pulang ke kampung halaman, tujuannya satu yaitu memaksimalkan pengobatan dan pemulihan ku disana. Yaah tak ada tempat senyaman dan senikmat di kampung sendiri…
lanjut ke BAGIAN 3
Suatu pagi, keluargaku memintaku pulang ke kampung halaman, tujuannya satu yaitu memaksimalkan pengobatan dan pemulihan ku disana. Yaah tak ada tempat senyaman dan senikmat di kampung sendiri…
lanjut ke BAGIAN 3
0 komentar:
Post a Comment