BAGIAN 3: MASA INKUBASI: KEBOHONGAN YANG TERLUPAKAN
Akhirnya aku mulai pulih, melena,
mimisan, sakit perut, mual dan muntah sudah berpamitan dengan ku beberapa hari
lalu, dan sekarang waktunya kembali ke ‘Red Zone’ alias dunia nyata. Bulan
agustus, November dan desember ku selesaikan semua hutang kerja dan PKPA
Apotek, serta PKPA Industri ku. Aku mulai
menikmati kembali rutinitas keseharianku, tersenyum dan gembira disetiap
prosesnya.
Hingga suatu hari, momen itu
datang. Momen dimana seluruh ilmu dan pengalamanku selama pendidikan Apoteker dituntut untuk ditumpahkan dalam 3-4 jam dihadapan 7 orang hebat dalam bidangnya sekaligus.
Orang-orang menyebut momen ini sebagai UJIAN SIDANG + UJIAN KOMPETENSI.
Tanpa memerdulikan apapun dan
tetap fokus menghadapi ujian sidang, aku melupakan satu hal yang sangat fatal
dan seharusnya aku hindari, yaitu STRES. Stress satu-satunya alasan bagi
melena, mimisan, sakit perut, mual dan muntah untuk datang kembali menyapaku.
Aku kembali jatuh sakit setelah berhasil melewati Ujian sidang dan ujian
kompetensi.
Awal bulan di awal tahun 2018,
aku masuk Rumah Sakit. Awal kejadian itu dimulai pada malam hari, saat aku lagi
asik main game yang sedang fenomenal di tahun itu, tiba-tiba kepalaku terasa
ringan seolah tak ada massa sedikitpun yang melekat pada kerangka kepalaku,
badanku mulai dingin, gemetar, pucat, berusaha meraih apapun yang bisa
kugunakan untuk mengusir perasaan aneh ini. Aku membangunkan teman ku,
memintanya untuk menemaniku “aku tak mau mati tanpa ada yang melihat itu
terjadi” kataku dalam hati yang ketakutan.
Aku diluar kendali, perasaan ku
makin tidak karuan, aku mulai merasa sangat lemas tak berdaya, seolah semua
tenagaku habis terserap layaknya batu laut yang menyerap tenaga pengguna buah
iblis (dalam Anime OP). Mual dan muntah adalah awal dari segalanya, sekali aku
muntah maka hal buruk bisa saja terjadi, dan itu betul akupun dilarikan kerumah
sakit lantaran rasa lemah pada seluruh tubuhku makin menjadi-jadi, ditambah
lagi adanya sepintas percikan darah yang terlintas dimataku sesaat setelah aku
muntah. “gawat, lambungku berdarah lagi” kataku dalam hati.
Pukul 02.00 dini hari, aku berada
dalam sebuah ruangan, dalam ruangan yang bising namun sunyi, berbau lembab
namun panas, terlihat luas namun terasa sempit, bersih namun berbau, baunya
seperti sebuk amoxicillin dan paracetamol, ruangan ini familiar, ya aku telah
berada di bilik ruang UGD dengan infus tertancap rapih diantara dinding pembulu
darah pergelangan tangan ku.
0 komentar:
Post a Comment