Thursday, December 6, 2018

Posted by muhammad haswadrianto | File under :

Pelayanan kefarmasian merupan pelayanan langsung yang bertanggung jawab dalam keamanan pasien dalam menkonsumsi  suatu obat agar sehingga pasein dapat memperoleh efek terapi yang optimal dan aman dalam pengonsumsiannya

Menurut WHO, pengobatan yang rasional adalah suatu keadaan dimana pasien menerima pengobatan sesuai dengan kebutuhan klinis mereka, dengan dosis, cara pemberian dan durasi yang tepat, dengan cara sedemikian rupa sehingga meningkatkan kepatuhan pasien terhadap proses pengobatan dan dengan biaya yang paling terjangkau bagi mereka dan masyarakat pada umumnya

Rational Use of Medicines (RUM) atau penggunaan obat yang rasional merupakan agenda prioritas dalam ASEAN Work Plan on Pharmaceutical Development tahun 2011-2015.Pelaksanaan RUM semakin dituntut ketika Negara ASEAN menghadapi tantangan yang meningkat untuk pelayanan kesehatan yang berkualitas, meningkatnya penyakit menular dan tidak menular, meningkatnya populasi dan permintaan yang tinggi untuk obat-obat baru serta adanya kemajuan teknologi kesehatan (infarkes edisi 3, 2015).

Pelayanan inforrmasi obat sangatlah diperlukan dan sangat penting untuk di sampaikan kepada masyarakat awam, tentunya pelayanan informasi obat haruslah di sampaikan oleh orang yang telah ahli di bidang tersebut yaitu seorang farmasis, namun melihat fakta yang telah terjadi akibat banyaknya informasi obat yang beredar bukan melalui media yang seharusnya membuat sebagian masyarakan berani dan percaya diri akan informasi yang telah dia dapatkan sudah cukum untuk mendapatkan dan mengkonsumsi suatu obat secara sendiri tanpa arahan yang jelas dari farmasis.

Seorang pasien dari ibukota kabupaten sumatera sedang menderita penyakit opencernaan yang salah satu oabtnya tidak dijual dimanapun di kota tempat tinggalnya, termasuk di ibukota profinsi tempat tinggalnya, .setelelah ditelusuri ternyata obat tersebut adalah enzim pencernaan yang banyak tersedia di pasaran dengan nama lain dan sudah banyak digunakan. Dari kasus ini pasein tersebut termasuk korban dari kekurangnya inforamasi obat. (inferkes edisi 3 2015-hal 6).

Seorang anak meninggal dunia yang disebabkan terdapatnya infeksi lambung yang sanagt parah. Dilaporkan bahwa Korban tersebut sering menkonsumsi obat sakit kepala merk terkenal. Karena sakit kepala yang sangat berat dirasakannya, korban biasa meminum 2-4 tablet sekaligus. Ia tidak menyadari, ternyata bukan kebembuhan yang diperoleh namun resiko yang sangat besar. Obat bebas yang aman, mengandung parasetamol dan kofein yang berbahaya jika tidak digunakan sesuai dengan petunjuk yang tepat. (inferkes edisi 3 2015-hal 6).

Dari dua kasus diatas adalah salah satu dari fakta tentang masyarakat awam yang menjadi korban ketidak seimbangan informasi obat (asymetri drugs information).(inferkes edisi 3 2015-hal 7). Informasi lengkap sebenarnya sudah tercantum pada kemasan obat. Pemerintah telah mewajibkan pada produsen obat untuk mencantumkan komposisi, indikasi, cara pakai, efek samping, kontra indikasi, dan lain-lain pada kemasan, namun seringkali masyarakat tidak membaca dan mempelajari dengan cermat informasi tersebut, sehingga hanya nama obat dan cara pakainya yang diketahui (Suryawati, 1992)

Masyarakat sebagai konsumen sudah selayaknya memperoleh informasi yang akurat mengenai obat yang digunakan. Pengetahuan yang benar akan memberikan hasil yang diinginkan, namun pengetahuan tentang itu sangat sangat kurang dikuasai oleh masyarakat. Informasi tentang obat yang digunakan harus diperoleh dari tanaga kesehatan dan sumber informasi yang jelas dan hal ini juga menjadi tanggung jawab oleh pihak apoteker yang bertanggung jawab dalam keamanan pasen dalam menkonsumsi obat. (infarkes edisi 3 2015-hal 7). Merasa bahwa dirinya telah mempunyai informasi obat yang cukup membuat masyarakan awam “tersesat” dalam informasi yang cacat.

Pustaka
  1. Direktorat Jendral Bina Kefarmaasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Infarkes (informasi kefarmasian dan alat kesehatan): pentingnya informasi obat bagi masyarakat. Edisi 3, juni 2015.
  2. Suryawati, S., 1992. Menuju Swamedikasi yang Rasional, Yogyakarta : Pusat Studi Farmakologi Klinik dan Kebijaksanaan Obat Universitas Gajah Mada

0 komentar:

Powered by Blogger.