Pelayanan kefarmasian merupan
pelayanan langsung yang bertanggung jawab dalam keamanan pasien dalam menkonsumsi suatu obat agar sehingga pasein dapat
memperoleh efek terapi yang optimal dan aman dalam pengonsumsiannya
Menurut WHO, pengobatan yang rasional
adalah suatu keadaan dimana pasien menerima pengobatan sesuai dengan kebutuhan
klinis mereka, dengan dosis, cara pemberian dan durasi yang tepat, dengan cara
sedemikian rupa sehingga meningkatkan kepatuhan pasien terhadap proses
pengobatan dan dengan biaya yang paling terjangkau bagi mereka dan masyarakat
pada umumnya
Rational Use of Medicines (RUM) atau penggunaan obat
yang rasional merupakan agenda prioritas dalam ASEAN Work Plan on
Pharmaceutical Development tahun 2011-2015.Pelaksanaan RUM semakin dituntut
ketika Negara ASEAN menghadapi tantangan yang meningkat untuk pelayanan
kesehatan yang berkualitas, meningkatnya penyakit menular dan tidak menular, meningkatnya
populasi dan permintaan yang tinggi untuk obat-obat baru serta adanya kemajuan
teknologi kesehatan (infarkes edisi 3, 2015).
Pelayanan inforrmasi obat
sangatlah diperlukan dan sangat penting untuk di sampaikan kepada masyarakat
awam, tentunya pelayanan informasi obat haruslah di sampaikan oleh orang yang
telah ahli di bidang tersebut yaitu seorang farmasis, namun melihat fakta yang
telah terjadi akibat banyaknya informasi obat yang beredar bukan melalui media
yang seharusnya membuat sebagian masyarakan berani dan percaya diri akan
informasi yang telah dia dapatkan sudah cukum untuk mendapatkan dan
mengkonsumsi suatu obat secara sendiri tanpa arahan yang jelas dari farmasis.
Seorang pasien dari
ibukota kabupaten sumatera sedang menderita penyakit opencernaan yang salah
satu oabtnya tidak dijual dimanapun di kota tempat tinggalnya, termasuk di
ibukota profinsi tempat tinggalnya, .setelelah ditelusuri ternyata obat
tersebut adalah enzim pencernaan yang banyak tersedia di pasaran dengan nama
lain dan sudah banyak digunakan. Dari kasus ini pasein tersebut termasuk korban
dari kekurangnya inforamasi obat. (inferkes edisi 3 2015-hal 6).
Seorang anak meninggal
dunia yang disebabkan terdapatnya infeksi lambung yang sanagt parah. Dilaporkan
bahwa Korban tersebut sering menkonsumsi obat sakit kepala merk terkenal.
Karena sakit kepala yang sangat berat dirasakannya, korban biasa meminum 2-4
tablet sekaligus. Ia tidak menyadari, ternyata bukan kebembuhan yang diperoleh
namun resiko yang sangat besar. Obat bebas yang aman, mengandung parasetamol
dan kofein yang berbahaya jika tidak digunakan sesuai dengan petunjuk yang
tepat. (inferkes edisi 3 2015-hal 6).
Dari dua kasus diatas
adalah salah satu dari fakta tentang masyarakat awam yang menjadi korban
ketidak seimbangan informasi obat (asymetri drugs information).(inferkes edisi
3 2015-hal 7). Informasi lengkap sebenarnya sudah tercantum pada kemasan obat.
Pemerintah telah mewajibkan pada produsen obat untuk mencantumkan komposisi,
indikasi, cara pakai, efek samping, kontra indikasi, dan lain-lain pada
kemasan, namun seringkali masyarakat tidak membaca dan mempelajari dengan
cermat informasi tersebut, sehingga hanya nama obat dan cara pakainya yang
diketahui (Suryawati, 1992)
Masyarakat sebagai
konsumen sudah selayaknya memperoleh informasi yang akurat mengenai obat yang
digunakan. Pengetahuan yang benar akan memberikan hasil yang diinginkan, namun
pengetahuan tentang itu sangat sangat kurang dikuasai oleh masyarakat.
Informasi tentang obat yang digunakan harus diperoleh dari tanaga kesehatan dan
sumber informasi yang jelas dan hal ini juga menjadi tanggung jawab oleh pihak
apoteker yang bertanggung jawab dalam keamanan pasen dalam menkonsumsi obat.
(infarkes edisi 3 2015-hal 7). Merasa bahwa dirinya telah mempunyai informasi
obat yang cukup membuat masyarakan awam “tersesat” dalam informasi yang cacat.
Pustaka
- Direktorat Jendral Bina Kefarmaasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Infarkes (informasi kefarmasian dan alat kesehatan): pentingnya informasi obat bagi masyarakat. Edisi 3, juni 2015.
- Suryawati, S., 1992. Menuju Swamedikasi yang Rasional, Yogyakarta : Pusat Studi Farmakologi Klinik dan Kebijaksanaan Obat Universitas Gajah Mada
0 komentar:
Post a Comment